Kisah Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu
adalah pelajaran berharga bagi pendamba kebahagiaan dunia dan pengharap
surga. Al-Imam Ahmad rahimahullah dalam Musnad-nya (5/441) meriwayatkan
perjalanan panjang seorang Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu dalam
mencari hidayah.
Disebutkan bahwa Salman dulunya adalah penyembah api. Ayahnya, selaku
kepala suku, menugaskan Salman untuk menjaga api agar terus menyala,
tidak boleh padam. Salman pun tidak pernah keluar dari rumahnya,
layaknya gadis pingitan.
Suatu hari, Salman disuruh oleh ayahnya untuk mengurus kebun dan
menyelesaikan beberapa tugas. Di tengah perjalanan, Salman melewati
sebuah gereja. Dia mendengar suara-suara merdu dari dalam gereja. Dia
pun masuk dan menyaksikan apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani. Salman
takjub dan ingin memeluk agama mereka. Dia pun tertahan di situ hingga
matahari tenggelam. Salman pun menanyakan asal usul agama tersebut yang
ternyata berasal dari Syam.
Ketika pulang, Salman langsung diinterogasi dan dimarahi oleh
ayahnya. Dia lalu ditahan di kamar dengan kaki terlilit belenggu dari
besi. Walhasil, akhirnya Salman berhasil kabur dari rumah. Berangkatlah
ia menuju Sxam bersama kafilah dagang dari Syam yang singgah di
daerahnya. Di Syam inilah, Salman memulai sejarah perjalanannya mencari
hidayah: agama Islam yang haq, Islam yang dibawa oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di Syam, Salman tinggal bersama seorang penddta di gereja. Ternyata
pendeta tersebut adalah orang yang jelek. Di akhir kisah, umat Nasrani
menyalib pendeta tersebut.
Salman lalu tinggal bersama seorang pendeta lain yang menggantikan
posisi pendeta sebelumnya. Pendeta tersebut adalah orang yang saleh dan
baik. Namun, tidak lama berselang, pendeta tersebut tiba ajalnya.
Sebelum wafat, dia berwasiat kepada Salman untuk mendatangi seorang
saleh di negeri Maushil.
Salman pun segera berangkat ke Maushil dan tinggal bersama orang
saleh tersebut. Akan tetapi, tidak lama kemudian orang tersebut wafat.
Sebelum meninggal, dia berwasiat kepada Salman agar datang kepada
seorang yang saleh di negeri Nashibin.
Tanpa membuang waktu, Salman bergegas menuju Nashibin dan bertemu
dengan orang saleh tersebut. Salman lalu tinggal bersamanya. Namun
dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, cepat pula ajal menjemput orang
ini. Dia pun wafat, setelah sebelumnya memberitahu Salman tentang
seorang saleh di daerah Ammuriyah.
Di Ammuriyah, Salman bertemu dan tinggal bersama orang saleh tersebut
dalam waktu yang cukup lama. Salman bahkan sempat mencari usaha hingga
memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Tatkala ajal tiba, orang saleh
tersebut memberitakan bahwa tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang
saleh seperti dirinya. Namun, dia memberitahu Salman bahwa waktu itu
telah datang masa munculnya nabi akhir zaman. Disebutkannya pula
ciri-ciri nabi itu: nabi itu muncul di negeri Arab, lalu berhijrah ke
daerah yang diapit oleh dua bukit berbatu hitam, di tengahnya terdapat
pohon-pohon kurma, nabi itu mau memakan hadiah tetapi tidak mau memakan
sedekah, dan di antara kedua pundaknya ada tanda kenabian.
Setelah orang saleh itu wafat, Salman masih tinggal di Ammuriyah
beberapa lama. Ketika datang kafilah dagang dari kabilah Kalb, Salman
meminta mereka membawanya ke tanah Arab dengan bayaran seluruh sapi dan
kambing yang dia miliki. Mereka pun menyetujuinya dan membawa serta
Salman. Namun, setibanya mereka di Wadi Qura, mereka menjual Salman
sebagai budak kepada seorang Yahudi. Salman pun tinggal di sana beberapa
waktu.
Tidak seberapa lama, datanglah sepupu Yahudi itu dari Bani Quraizhah
Madinah. Dia pun membeli Salman dan membawanya ke kota Madinah.
Sesampainya di sana, Salman langsung mengenali Madinah sebagaimana
kriteria yang disebutkan oleh orang saleh dari Ammuriyah.
Di Madinah, Salman disibukkan oleh statusnya sebagai budak. Bersamaan
dengan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah diutus
sebagai nabi di Makkah, lalu berhijrah ke Madinah.
Singkat kisah, Salman pun berhasil menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam di Quba, lalu menemuinya lagi di Madinah untuk melihat
ciri-ciri kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Semuanya telah
diketahui, kecuali satu hal: tanda kenabian di antara kedua pundak
beliau.
Pada suatu hari, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengantarkan
jenazah seorang sahabat ke pekuburan Baqi’. Beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam duduk di antara para sahabat. Datanglah Salman lalu mengucapkan
salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak sabar, Salman
pun langsung berputar ke belakang punggung beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk melihat apakah ada tanda kenabian seperti yang disebutkan
oleh orang saleh dari Ammuriyah.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tahu bahwa Salman
sedang memastikan sesuatu, beliau pun melepaskan kainnya dari pundak.
Salman pun melihat dan mengenali tanda kenabian beliau shallallahu
‘alaihi wasallam. Salman langsung memeluk beliau sambil menangis dan
menceritakan perjalanan panjangnya mencari hidayah, hingga akhirnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertemukannya dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam takjub dengan kisah Salman dan memintanya untuk menceritakannya kepada para sahabat.
Hadits ini dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam al-Jami’ ash-Shahih (1/85).
[Kisah ini diambil dari Majalah Asy Syariah no. 64/VI/1431 H/2010
dalam artikel berjudul "Hidayah at-Taufiq wal Ilham" tulisan Al-Ustadz
Muhammad Afifuddin, hal. 26-27]
Sumber :
http://fadhlihsan.wordpress.com/2010/10/16/salman-al-farisi-sang-pemburu-kebenaran/