Kecelakaan kerja (occupational accident) adalah sebuah kejadian atau
peristiwa yang berasal dari, atau terjadi dalam, rangkaian pekerjaan yang
berakibat cedera fatal (fatal occupational injury) dan cedera tidak fatal (non –
occupational injury). Menurut Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kecelakaan Kerja adalah “kecelakaan yang terjadi
berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan
kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari
rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau
wajar dilalui. Seringkali, kecelakaan kerja dipahami sebagai kejadian yang
mendadak, terjadi diluar kendali seseorang dan tidak diharapkan/tidak
disengaja.
Berikut merupakan faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja :
- Faktor Teknis
a. Tempat Kerja
Tempat kerja harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, seperti
ukuran ruangan tempat kerja, penerangan, ventilasi udara, suhu tempat kerja,
lantai dan kebersihan luangan, kelistrikan ruang, pewarnaan, gudang dan lain
sebagainya.Jika tempat kerja tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan,
maka kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi.
b. Kondisi Peralatan
Mesin-mesin dan peralatan kerja pada dasarnya mengandung bahaya dan
menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya karena mesin atau
peralatan yang berputar, bergerak, bergesekan, bergerak bolak-balik, belt atau
sabuk yang berjalan, roda gigi yang bergerak, transmisi serta peralatan
lainnya. Oleh karena itu, mesin dan perlatan yang potensial menyebabkan
kecelakaan kerja harus diberi pelindung agar tidak membahayakan operator atau
manusia.
c. Bahan-bahan dan peralatan yang bergerak
Pemindahan barang-barang yang berat atau yang berbahaya (mudah meledak,
pelumas, dan lainnya) dari satu tempat ke tempat yang lain sangat memungkinkan
terjadi kecelakaan kerja. Untuk menghindari
kecelakaan kerja tersebut, perlu dilakukan pemikiran dan perhitungan yang
matang, baik metode
memindahkannya, alat yang digunakan, jalur yang akan di lalui, siapa yang
bisa memindahkan dan lain
sebagainya. Untuk bahan dan peralatan yang berat diperlukan alat bantu
seperti forklift. Orang yang akan mengoperasikan alat bantu ini harus mengerti
benar cara menggunakan forklift, karena jika tidak, kemungkinan akan timbul
kesalahan dan mengancam keselamatan lingkungan maupun tenaga kerja lainnya.
d. Transportasi
Kecelakaan kerja yang diakibatkan dari penggunaan alat transportasi juga
cukup banyak. Dari penggunaan alat yang tidak tepat (asal-asalan), beban yang
berlebihan (overloading), jalan yang tidak baik (turunan, gelombang, licin,
sempit), kecepatan kendaraan yang berlebihan, penempatan beban yang tidak baik,
semuanya bisa berpotensi untuk terjadinya kecelakaan kerja. Upaya untuk
mengatasi hal tersebut di atas, diantaranyaadalah memastikan jenis transportasi
yang tepat dan aman, melaksanakan operasi sesuai dengan standart operational
procedure (SOP), jalan yang cukup, penambahan tanda-tanda keselamatan,
pembatasan kecepatan, jalur khusus untuk transportasi (misal dengan warna cat)
dan lain sebagainya.
e. Tools (Alat)
Kondisi suatu peralatan baik itu umur maupun kualitas sangat mempengaruhi
terjadinya kecelakaan kerja. Alat-alat yang sudah tua kemungkinan rusak itu
ada. Apabila alat itu sudah rusak, tentu saja dapat mengakibatkan
kecelakaan.Melakukan peremajaan pada alat-alat yang sudah tua dan melakukan
kualitas kontrol pada alat-alat yang ada di tempat kerja
- Faktor Non-Teknis
a. ~Ketidaktahuan...
Dalam menjalankan mesin-mesin dan peralatan otomotif diperlukan
pengetahuan yang cukup oleh teknisi.Apabila tidak maka dapat menjadi penyebab
kecelakaan kerja. Pengetahuan dari operator dalam menjalankan peralatan kerja,
memahami karakter dari masing-masing mesin dan sebagainya, menjadi hal yang
sangat penting, mengingat apabila hal tersebut asal-asalan, maka akan
membahayakan peralatan dan manusia itu sendiri.
b. Kemampuan yang kurang
Tingkat pendidikan teknisi otomotif sangat dibutuhkan untuk proses
produksi dan proses maintenance atau perawatan. Orang yang memiliki kemampuan
tinggi biasanya akan bekerja dengan lebih baik serta memperhatikan faktor
keslamatan kerja pada pekerjannya. Oleh sebab itu, untuk selalu mengasah
kemampuan akan menjadi lebih baik.
c. Ketrampilan yang kurang
Setelah kemampuan pengetahuan teknisi baik, maka diperlukan latihan
secara terus-menerus.Hal ini untuk lebih selalu mengembangkan ketrampilan
gunasemakin meminimalkan kesalahan dalam bekerja dan mengurangi angka
kecelakaan kerja.Di dunia keteknikan, kegiatan latihan ini sering disebut
dengan training.
d. Bermain-main
Karakter seseorang yang suka bermain-main dalam bekerja, bisa menjadi
salah satu penyebab terjadinya angka kecelakaan kerja. Demikian juga dalam
bekerja sering tergesa-gesa dan sembrono juga bisa menyebabkan kecelakaan
kerja.Oleh karena itu, dalam setiap melakukan pekerjaan sebaiknya dilaksanakan
dengan cermat, teliti, dan hati-hati agar keselamatan kerja selalu bisa
terwujud. Terlebih lagi untuk pekerjaan yang menuntut adanya ketelitian,
kesabaran dan kecermatan, tidak bisa dilaksanakan dengan berkerja sambil
bermain.
e. Bekerja tanpa peralatan keselamatan
Pekerjaan tertentu, mengharuskan pekerja menggunakan peralatan
keselamatan kerja. Peralatan keselamatan kerja dirancang untuk melindungi
pekerja dari bahaya yang diakibatkan dari pekerjaan yang baru dilaksanakan.
Dengan berkembangnya teknologi, saat ini telah dibuat peralatan keselamatan
yang nyaman dan aman ketika digunakan.Perlatan keselamatan tersebut diantaranya
pakaian kerja (wearpack), helm pengaman, kacamata, kacamata las, sarung tangan,
sepatu kerja, masker penutup debu, penutup telinga dari kebisingan, tali
pengaman untuk pekerja di ketinggian dan sebaginya. Terkadang orang yang sudah
merasa mahir justru tidak menggunakan peralatan keselamatan, misal dalam
mengelas tidak menggunakan topeng las. Hal ini sangatlah salah, pekerja yang
mahir dan profesional justru selalu menggunakan peralatan keselamatan kerja
untuk menjaga kualitas pekerjaan yang terbaik serta keselamatan dan kesehatan
dirinya selama bekerja
- Faktor Alam
a. Gempa bumi
Meskipun setiap perusahaan/industri telah menerapakan
keselamatankerja sesuai standar untuk
meminimalisir angka kecelakaan kerja, namun faktor alam sangat sulit
diprediksi. Gempa bumi dapat mengakibatkan kecelakaan kerja dengan
menghancurkan tempat perusahaan /industri berada akibat pergerakan tanah atau
patahan lempeng bumi secara tektonik maupun vulkanik dan dapat menimbulkan
kerugian materi dan korban jiwa yang besar dan akan bertambah jika gempa bumi
tersebut juga disusul dengan tsunami.
b. Banjir
Banjir bandang juga dapat berpengaruh terhadap keselamatan kerja,
terlebih perusahaan berada dekat dengan aliran air. Air banjir selain dapat
merendam peralatan dan mesin produksi serta dapat menimbulkan kerusakan dan
konsleting listrik juga dapat menghanyutkan para pekerja/operator.
c. Tornado/Puting Beliung
Tornado/puting beliung merupakan kolom udara yang berputar kencang yang
membentuk hubungan antara awan cumulonimbus atau dalam kejadian langka dari
dasar awan cumulus dengan permukaan tanah dan rata-rata memiliki kecepatan
117km/jam dengan jangkauan 75 m sampai beberapa kilometer sebelum menghilang.
Berdasarkan teori domino effect penyebab kecelakaan kerja H.W. Heinrich,
maka terdapat berbagai upaya untuk mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja,
antara lain :
1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya Di
Tempat Kerja:
Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman
Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman
2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :
Pelatihan dan Pendidikan
Konseling dan Konsultasi
Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi
3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :
Prosedur dan Aturan
Penyediaan Sarana dan Prasarana
Penghargaan dan Sanksi
Berikut merupakan kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain
:
Undang-Undang K3 :
1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang
Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah terkait K3 :
1. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
2. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
3. peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
4. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri terkait K3 :
1. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan
Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
2. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
3. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang
Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli
Keselamatan Kerja.
4. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen
Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
5. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan.
6. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
7. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan
dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
8. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit
Akibat Kerja.
9. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
10. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
11. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga
Kerja.
12. Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran
Otomatis.
13. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemakaian Asbes.
14. Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
15. Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
16. Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
17. Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat
Operator Pesawat Uap.
18. Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat
Operator Keran Angkat.
19. Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi
Penyalur Petir.
20. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban
dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
21. Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
22. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
23. Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan
Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan
Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
24. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
25. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan
tata Kerja Dokter Penasehat.
26. Permenaker RI No
3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk
Pengangkutan Orang dan Barang.
Sumber :